Info Pertanian Online - Porang telah diekspor ke berbagai negara Kini, porang telah menjadi komoditi ekspor. Jepang menjadi salah satu negara yang rutin membeli porang dari Indonesia. Hanya saja, hasil jerih payah para petani belum dirasakan sepenuhnya. “Kultur masyarakat sini masih menjualnya dalam bentuk basah atau umbinya. Itu cuma Rp6000 per kilo,” lanjut dia.
Porang merupakan bahan dasar untuk berbagai campuran mulai dari tepung, lem, bahan dasar uang kertas, isolator listrik, pengental sirup, penyerap komedo, hingga penjernih air. Bagi kesehatan tubuh, tumbuhan ini juga bermanfaat untuk mengurangi kadar kolesterol dan memiliki kandungan vitamin A dan B yang lebih tinggi daripada kentang.
“Nah, kalau jualnya dalam kondisi kering, itu sekitar Rp50 ribu per kilo mas. Untuk produk jadinya, saya pernah dengar dari Dinas Kehutanan itu sekitar Rp300 ribuan. Sampai enam kali lipat. Sementara kami hanya menjual ke tengkulak saja,” jelas Dudung.
Minim perhatian pemerintah
Kendati potensinya luar biasa, lelaki yang sudah bertani porang sejak usia dini ini mengaku miris karena perhatian pemerintah yang sangat minim. Di usianya yang menginjak kepala empat, baru dua pejabat negara yang pernah mengunjungi hutan porang.
“Dulu pernah Dahlan Iskan (Menteri BUMN 2011-2014) ke sini. Terus 10 tahun Pakde Karwo gak pernah, Gus Ipul pernah kami undang tapi gak datang. Nah sama baru sekarang ini, Ibu Khofifah ke sini,” ujar dia.
Dalam kunjungan kerjanya, Khofifah menjanjikan alat pemotong dan pengering kepada para petani. Dia berharap supaya petani bisa menjual porang dalam kondisi kering, sehingga mendapat keuntungan yang lebih besar.
“Ini janji saya bapak-ibu, PR saya untuk mencari prajang dan oven. Nanti akan koordinasi dengan Universitas Brawjiaya yang mempunyai teknologi itu. Nanti akan dicarikan oven yang cocok. Tentunya oven yang listrik, karena kalau oven kayu nanti malah pohon di sini yang ditebang,” jelas dia kepada para petani.
Potensi porang per hektar mencapai Rp2,5 miliar
Lahan 600 hektar milik Perhutani dikelola oleh warga dengan sistem bagi hasil. Setiap petani yang mengelola satu hektar lahan dibebankan harga Rp700-Rp800 ribu per tahun. Rentang waktu tanam dengan panen sekitar tiga tahun. Namun, karena masyarakat telah menebarkan bibit dalam jumlah besar, mereka sudah bisa memanennya setiap tahun.
“Panen terakhir satu hektar lahan sekitar 5 ton,” sahut Dudung. Bila 5 ton porang dijual kering, maka potensi keuntungan yang didapat warga adalah Rp2,5 miliar per tahun. Namun, bila mereka hanya menjual umbinya atau basah, potensi keuntungannya hanya Rp300 juta per tahun untuk setiap hektarnya.
Akan tetapi, para petani kini menghadapi masalah baru. Penyakit tanaman dan hama menyebabkan 75 persen hasil pertanian menurun. Mereka tidak memiliki keberanian untuk mengobati tanaman. “Kami khawatir malah semakin merusaknya."
Sumber :
https://jatim.idntimes.com/news/jatim/vanny-rahman/bisa-tembus-rp300-ribu-petani-nganjuk-jual-porang-hanya-rp6000/full
0 Comments
Posting Komentar